BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hukum Acara Pidana (Hukum Acara Formil) yang lazim disebut
dengan terminologi bahasa belanda “Formeel
Strafrecht” atau Straf Procesrecht”
merupakan suatu aturan yang menjamin, menegakkan, mempertahankan Hukum Pidana
Materiel.
Hukum acara pidana merupakan suatu kumpulan aturan-aturan
yang harus dijalankan dalam proses suatu perkara di pengadilan dimana kumpulan
aturan-aturan ini menjadi suatu pedoman bagi penegak hukum dalam menerapkan
hukum pidana maeteriel, agar dalam menangani suatu kasus pidana tidak terjadi
suatu kesalahan-kesalahan yang fatal dilakukan oleh penagak hukum sperti
Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan Negri dalam menangani suatu perkara
pidana akan mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP), dan
ketentuan hukum materielnya juga mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Asas-asa
penting yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana antara lain:
1.
Asas Legalitas
dan Asas Opurtuinitas (Asas Penuntutan).
-
Asas legalitas
(Pasal 137 KUHAP)
Penuntut Umum wajib menuntut
setiap orang yang melakukan tindak pidana, tanpa terkecuali.
-
Asas opurtunitas
(Pasal 14 huruf h KUHAP)
Penuntut Umum berwenang
Menuntut Perkara Demi Kepentingan umum bukan hukum, Menurut asas ini Penuntut
Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana, jika menurut
pertimbangan akan merugikan kepentingan umum. Dengan kata lain Penuntut Umum
dapat Mempeti Es kan suatu perkara.
2.
Asas Praduga Tak
Bersalah (Presumtion Of Innonsence)
Seorang wajib dianggap tidak
bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya, dan
putusan itu sudah In Kracht (telah
mempunyai kekuatan hukum tetap).
3.
Asas Peradilan
Bebas
Hakim dalam memberikan
putusan, bebas dari adanya campur tangan dan pengaruh dari pihak atau kekuasaan manapun.
4.
Equality Before
The Low
Setiap orang (tersangka
maupun terdakwa) baik miskin maupun kaya, pejabat maupun orang biasa didalam
pemeriksaan baik dihadapan penyidik, penuntut dan pemeriksaan dipengadilan
harus diperlakukan sama.
5.
Asas Terbuka
untuk Umum
Asas terbuka untuk umum pada
pemeriksaan pengadilan maupun pembacaan putusan. Untuk Tidak Pidana tertentu,
(misal ; Tindak Pidana Pemerkosaan) pemeriksaan acara pembuktian dilakukan Tertutup untuk umum, begutu pula dengan
pengadilan anak.
6.
Pemeriksaan
dalam perkara pidana dilakukan secara langsung dan lisan
7.
Peradilan
dilakukan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan
8.
Asas
Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam Pemeriksaan, baik tahap
penyidikan, Penuntut maupun di pengadilan, Tersangka maupun Terdakwa harus
mendapat perlakuan sesuai denagn Harkat dan Martabat sebagai manusia (diberi
hak untuk membela diri) (Aquesator) tidak dianggap sebagai barang atau objek
yang diperiksa wujudnya (Inquesator)..
9.
Asas Tida Hukum
Tanpa Kesalahan
Pengadilan hanya dapat
menghukum Tersangka atau terdakwa yang nyata-nyata mempunyai kesalahan atas
perbuatannya, ada peraturan yang dilanggar sebelum perbuatan itu dilakukan.[1][1]
Hukum
Acara Pidana mengatur bagai mana cara dan proses pengambilan putusan oleh
hakim, mengenai aspek ini dimulai melalui tahap pemeriksaan didepan persidangan
yakni mulai tahap pemeriksaan identitas terdakwa, pembacaan catatan/ dakwaan
oleh jaksa/penuntut umum, kemudian diberi kesempatan terdakwa/penasihat
hukumnya untuk mengajukan keberatan/eksepsi, dilanjutkan acara pembuktian,
acara tuntutan, pembelaan, replik dan duplik serta pemeriksaan dianggap selesai
dan dilanjutkan musyawarah dalam pengambilan putusan oleh hakim (Majelis) serta
penjatuhan/pengucapan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Bab XVI
Pasal 145 sampai dengan Pasal 232 KUHAP).
Peraturan
hukum yang mengatur juga tentang tahapan pelaksanaan terhadap putusan hakim
yang telah diambil, dalam hal ini dapat dibedakan apabila putusan tersebut
belum ‘’inkracht van gewijsde’’ dapat
dimungkinkan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya serta jaksa/ Penuntut Umum
melakukan banding, kemudian kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung RI
(Bab XVIII Pasal 233 sampai dengan Pasal 269 KUHAP) serta apabila putusan telah
“ inkracht van gewijsde” dan
terpidana tidak melakukan upaya grasi kepada Presiden selaku Kepala Negara,
putusan dapat dilaksanakan oleh jaksa dan Lembaga Pemasyarakatan dengan
pengawasan dan pengamatan oleh Ketua Pengadilan Negri (Bab XIX Pasal 270 sampai
dengan 283 KUHAP) sedangkan terpidana masih melakukan upaya grasi, putusan
tersebut ditunda terlebih dahulu pelaksanaannya menunggu upaya grasi tersebut turun[2][2]
Dari tahapan-tahapan proses Hukum acara Pidana diatas ada
yang disebut dengan pembacaan dakwaan, dimana dakwaan merupakan surat tuntutan
yang dibuat oeleh jaksa yang ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan
penyidikan dan merupakan dasar bagi hakim dalam memeriksa dimuka pangadilan,
Maka dari itu penulis akan menulis suatu makala yang akan membahas tentang Surat Dakwaan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
Surat Dakwaan ?
2.
Apa Isi dan
syarat Surat Dakwaan ?
3.
Apa
Bentuk-bentuk Surat Dakwaan?
4.
Bagaimana Cara
dan Theknik Pembuatan Surat Dakwaan
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui Pengertian Surat Dakwaan ?
2.
Untuk
mengetahui Isi dan syarat Surat Dakwaan
?
3.
Untuk mengetahui
Bentuk-bentuk Surat Dakwaan?
4.
Untuk mengetahui
Cara dan Theknik Pembuatan Surat Dakwaan
Manfaat
Penulisan
Manfaat dari penulisan ini agar masyarakat mengetahui dalam
proses pemeriksaan perkara pidana di muka pengadilan ada tahapan-tahapan yang
harus dileati oleh terdakwa agar dalam praktek tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan hukum pidana materiel sehingga untuk mnjaga
penyimpangan tersebut harus ditaatinya hukum acara formil agar dapat menjamin
bahwa sanya hukum pidana materiel telah dijalankan sebagaiman mestinya, dalam
hal ini penulis menuliskan makala ini agar masarakat mengetahui dalam proses
penyelidikan di pengadilan ada yang dinamakan pembacaan Surat Dakwaan, maka
dari itu penulis dalam makala ini akan menjelas Surat dakwaan.
Penulisan
makalah ini juga bermanfaat bagi penulis sendiri dalam menambah ilmu
pengetahuan penulis sendiri maupun yang membaca dan memperkaya khasana
perpustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Surat Dakwaan
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena
berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu.
Pemeriksaan didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut Nederbrug, pemeriksaan
tidak batal jika batasan-batasan dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh
mngenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu, dalam hal ini ada
beberapa pengertian Surat Dakwaan menurut para ahli sebagai berikut:
1.
Harun M Husein
Surat
dakwaan ialah suatu surat yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut
umum, yang memuat uraian tentan identitas lengkap terdakwa, perumusan tindak
pidana yang didakwakan dengan unsur-unsur tidak pidana sebagaimana dirumuskan
dalam ketentuan pidana yang bersangkutan, diseratai uraian tentang waktu dan
tempat tindak pidana dilakukan oleh terdakwa, surat yang menjadi dasar dan
batas ruang pemeriksaan di samping penadilan.
2. A. Krim Nasution
Suatu
surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat
disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi
hakim untuk melakukan pemeriksaan yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa
dapat dijatuhi hukuman.
3. M. Yahya Harahap
Surat
dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan
penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di
muka sidang pengadilan
4. Mr. I.A. Negerburgh
Surat
ini adalah sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana, karena ialah yang
merupakan dasarnya, dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim. Memang
pemeriksaan itu tidak batal jika batas-batas itu dilampaui, tetapi putusan
hakim hanyalah boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam
batas-batas itu.
Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian dari
surat dakwaan adalah suatu surat yang merupakn suatu tuntutan yang dibuat oleh
jaksa berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan yang mana perumusan tindak
pidana yang didakwakan dengan unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang
bersangkutan dan merupakan suatu dasar serta landasan bagi hakim dalam
pemeriksaan di muka pengadilan.[3][3]
Fungsi
Surat Dakwaan
Surat Dakwaan menempati posisi sentral dan strategis dalam
pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan, karena itu Surat Dakwaan sangat
dominan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas penuntutan. Ditinjau dari berbagai
kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara pidana, maka fungsi Surat
Dakwaan dapat dikategorikan :
a. Bagi Pengadilan/Hakim, Surat Dakwaan merupakan dasar dan
sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam
penjatuhan keputusan;
b. Bagi Penutut Umum, Surat Dakwaan merupakan dasar
pembuktian/analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum;
c.
Bagi
terdakwa/Penasehat Hukum, Surat Dakwaan merupakan dasar untuk mempersiapkan
pembelaan.
2.2
Isi dan Syarat-syarat Surat Dakwaan
Surat dakwaan merupakan suatu dasar
serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan peridangan dipengadilan yang mana
surat dakwaan ini dibuat oleh jaksa penuntut umum dari hasil pemeriksaan
penyidikan suatu perkara pidana, dan isi dari surat dakwaan ini berisikan
tindak pidana yang dilakukan terdakwa dirumuskan secara cermat, jelas dan
lengkap.
Perumusan cermat, jelas dan lengkap
merupakan aspek yang disyaratkan oleh ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b
KUHAP. Apabila suatu surat dakwaan dibuat dengan melanggar ketentuan pasal
tersebut, surat dakwaan menjadi “obscuur
libel” dan batal demi hukum (“Van
rechtwege nietig” atau “null and void”).
Surat dakwaan berisikan perumusan
locus dan tempus delicti, aspek “locus dan tempus” delicti ini sangat penting
dan harus ada dan termuat dalam surat dakwaan. Dalam praktik, perumusan “locus
dan temous” delicti lazimnya dicantumkan dengan redaksional, misalnya
melalui kata-kata sebagai berikut: “Bahwa
terdakwa A pada hari minggu tanggal 29 juni 2011 sekitar pukul 16 WIb atau
setidak-tidaknya pada suatu hari dalam bulan juni tahun 2011, bertempat di
jalan Gajahmada Nomor 25, Jakarta Pusat atau setidak-tidaknya di tempat lain
yang masih dalam wilayah hukum Pengadilan Negri Jakarta Pusat.
Apabila dirumuskan lebi detail, perumusan “locus
dan tempus” terjadinya tindak pidana dicantumkan dan penting urgensinya
dalam aspek-aspek antara lain
-
Kompetensi
Relatif (Relative Competentie)
sebagaimana ketentuan Pasal 137, Pasal 148, Pasal 149 Jo 84 KUHAP.
-
Ruang lingkup
berlalunya undang-undang pidana (Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 KUHAP).
-
Berkorelatif
dengan unsur yang disyaratkan bagi tindak pidana dengan kualifikasi “(Pasal
154, Pasal 156, dan Pasal 160 KUHAP).
Sedangkan untuk perumusan “waktu atau tempus” terjadinya
tindak pidana dicantumkan penting urgensinya dalam aspek-aspek sebagai berikut
:
-
Penerapan
ketentuan Pasal 1 ayat (1), (2) KUHP khususnya dalam rangka mengetahui apakah
tindak pidana tersebut telah ada ketentuan hukumnya serta berkaitan dengan
perubahan undang-undang.
-
Penentuan adanya
alibi baik mengenai waktu maupun tempatnya.
-
Untuk penentuan
kepastian umum terdakwa dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 45 KUHP atau kepastian
umum si korban dalam tindak pidana kesusilaan.
-
Penentuan
tentang kadaluwarsa (Pasal 78 sampai dengan 82 KUHP).
-
Untuk melihat
keadaan yang bersifat memberatkan sebagaimana disyaratkan Pasal 363 KUHP
ataupun hal yang secara tegas ditentukan undang-undang untuk dapat terdakwa
dihukum (Pasal 123 KUHP).
-
Penentuan
Tentang residive (Pasal 486 sampai dengan 488 KUHP).
Syarat-syarat
Surat Dakwaan
Pasal
143 (2) KUHAP menetapkan syarat syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan
Surat Dakwaan, yakni syarat syarat yang berkenaan dengan tanggal, tanda tangan
Penuntut Umum dan identitas lengkap terdakwa. Syarat syarat dimaksud dalam
praktek disebut sebagai syarat formil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf a
KUHAP, syarat formil meliputi :
a. Surat Dakwaan harus dibubuhi
tanggal dan tanda tangan Penuntut Umum pernbuat Surat Dakwaan;
b. Surat Dakwaan harus memuat
secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama lengkap, tempat lahir,
umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan.
Disamping
syarat formil tersebut ditetapkan pula bahwa Surat Dakwaan harus memuat uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan. Syarat ini dalam
praktek tersebut sebagai syarat materiil.
Sesuai
ketentuan pasal 143 (2) huruf b KUHAP, syarat materiil. meliputi :
a. Uraian secara cermat, jelas
dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan;
b. Uraian secara cermat, jelas
dan lengkap mengenai waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan.
Uraian
secara cermat, berarti menuntut ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam
mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi terdakwa. Dengan
menempatkan kata "cermat" paling depan dari rumusan pasal 143 (2)
huruf b KUHAP, pembuat Undang Undang menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum dalam
membuat Surat Dakwaan selalu bersikap korek dan teliti.
Uraian
secara jelas, berarti uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam
Surat Dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang didakwakan
terhadap dirinya dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik baiknya.
Uraian secara lengkap, berarti Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (elemen)
Tindak Pidana yang didakwakan. Unsur unsur tersebut harus terlukis didalam
uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam Surat Dakwaan.
Secara
materiil suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat
Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang :
1. Tindak Pidana yang dilakukan;
2. Siapa yang melakukan Tindak
Pidana tersebut;
3. Dimana Tindak Pidana
dilakukan;
4. Bilamana/kapan Tindak Pidana
dilakukan;
5. Bagaimana Tindak Pidana
tersebut dilakukan;
6. Akibat apa yang ditimbulkan
Tindak Pidana tersebut (delik materiil);
7.
Apakah yang
mendorong terdakwa melakukan Tindak Pidana tersebut (delik delik tertentu);
8.
Ketentuan
ketentuan Pidana yang diterapkan.
Komponen
komponen tersebut secara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana
yang didakwakan (apakah Tindak Pidana tersebut termasuk delik formil atau delik
materiii). Dengan demikian dapat diformulasikan bahwa syarat formil adalah
syarat yang berkenaan dengan formalitas pembuatan Surat Dakwaan, sedang syarat
materiil adalah syarat yang berkenaan dengan materi/substansi Surat Dakwaan.
Untuk keabsahan Surat Dakwaan, kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Tidak
terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat Dakwaan dapat dibatalkan (vernietigbaar),
sedang tidak terpenuhinya syarat materiil. menyebabkan dakwaan batal demi hukum
(absolut nietig).
2.3
Bentuk-bentuk Surat Dakwaan
Tahap penuntutan dalam hukum acara pidana diatur
secara merinci dalam Bab XV
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Pasal 143 KUHAP
menyatakan secara jelas bahwa untuk mengadili suatu perkara, Penuntut Umum
wajib mengajukan permintaan disertai dengan suatu surat dakwaan.
Menyadari betapa pentingnya peranan Surat Dakwaan
dalam pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan, Jaksa Agung mengeluarkan Surat
Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan.
Surat Edaran tersebut ditujukan agar dapat keseragaman para Penuntut Umum dalam
membuat surat dakwaan. Dalam Surat Edaran ini, disebutkan tentang bentuk-bentuk
surat dakwaan antara lain:
1. Dakwaan
Tunggal
Dalam surat dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja
yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif
atau dakwaan pengganti lainnya;contoh hanya didakwakan Tindak
Pidana Pencurian (pasal 362 KUHP).
2.
Dakwaan Alternatif
Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang
disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat
mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila
belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang paling tepat dapat
dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri dari beberapa
lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan
urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya
tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam bentuk Surat Dakwaan ini, antara lapisan
satu dengan yang lainnya menggunakan kata sambung atau.
Contoh dakwaan alternatif:
Pertama: Pencurian (Pasal 362 KUHP)
atau
Kedua: Penadahan (Pasal 480 KUHP)
3. Dakwaan
Subsidair
Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan
subsidair juga terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara
berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan
sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari Tindak
Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang
diancam dengan pidana terendah.
Pembuktian dalam surat dakwaan ini harus dilakukan
secara berurut dimulai dari lapisan teratas sampai dengan lapisan selanjutnya.
Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut agar
terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan.
Contoh dakwaan subsidair:
Primair:
Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP)
Subsidair:
Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
4. Dakwaan
Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak
Pidana sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan
yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari
dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal Terdakwa melakukan
beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang
berdiri sendiri.
Contoh dakwaan kumulatif:
Kesatu:Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
dan
Kedua: Pencurian dengan pemberatan
(Pasal 363 KUHP)
Dan
Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
5. Dakwaan
Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini
dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan
alternatif atau subsidair.
Contoh dakwaan kombinasi:
Kesatu: Primair: Pembunuhan
berencana (Pasal 340 KUHP);
Subsidair: Pembunuhan
biasa (Pasal 338 KUHP);
dan
Kedua: Primair: Pencurian
dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP);
Subsidair:
Pencurian (Pasal 362 KUHP)
Berbeda halnya dengan dan, atau dan subsidair,
untuk kata juncto, kata ini digunakan untuk menjelaskan pasal yang
memiliki hubungan satu dengan lainnya. Pasal-pasal ini tidak dibatasi hanya
untuk satu undang-undang, pula tidak dibatasi hanya untuk penerapan pasal pada
tindak pidana. Contoh penggunaan kata juncto misalnya: A membantu B
dalam melakukan tindak pidana pembunuhan, maka A akan didakwa dengan Pasal 338
KUHP (tentang pembunuhan) jo. Pasal 55 KUHP (tentang Membantu Melakukan Tindak
Pidana), sedangkan B akan didakwa dengan Pasal 338 KUHP. Dakwaan di antara
keduanya berbeda agar menjelaskan bahwa A bukan merupakan pelaku utama seperti
yang diatur dalam Pasal 340 KUHP melainkan merupakan pembantu tindak pidana
tersebut sebagaimana dijelaskan keadaannya dalam Pasal 55 KUHP.
Mengingat hal-hal yang telah dijabarkan di atas, maka
penggunaan kata dan, atau, juncto, atau primair-subsidair
disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Dalam hal
terdakwa melakukan satu Tindak Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak
Pidana dalam undang-undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan
ketentuan pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif (menggunakan
kata atau) atau dakwaan subsidair. Sedangkan, dalam hal terdakwa
melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana
yang berdiri sendiri-sendiri dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif (menggunakan
kata dan).
2.4 Cara dan Theknik
Pembuatan Surat Dakwaan
Secara teoritik pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
tidaklah ditemukan tentang cara dan teknik pembuatan surat dakwaan. Suatu cara
dan teknik pembuatan surat dakwaan ini merupakan suatu kebiasaan prakti para
praktisi hukum dengan bertitik tolak melalui optik pengamatan dan pengalaman
praktik, Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-04/J.A/II/1993 tanggal 16
November 1993, Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor:
B-607/E/II/1993 dan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
terhadap cara dan teknik pembuatan surat dakwaan perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Penelitian Berkas Perkara
Dalam
praktik, penelitian berkas perkara dari penyidik yang lazim disebut: “tugas
prapenuntutan” dilakukan seorang “Jaksa Penuntut” dengan bentuk formulir P-16.
Pada asasnya, fokus penelitian diarahkan pada terpenuhinya kelengkapan formal
dan meteriel, guna mengetahui sejauhmana fakta-fakta hasil penyidikan dapat
mendukung perumusan surat dakwaan beserta upaya pembuktian.
2. Teknis Redaksional
Hal
ini berkenaan dengan cara merumuskan fakta fakta dan perbuatan terdakwa yang
dipadukan dengan unsur unsur Tindak Pidana sesuai perumusan ketentuan pidana
yang dilanggar, sehingga nampak dengan jelas bahwa fakta fakta perbuatan
terdakwa memenuhi segenap unsur Tindak Pidana sebagaimana dirumuskan dalam
ketentuan pidana yang bersangkutan. Perumusan dimaksud harus dilengkapi dengan
uraian tentang waktu dan tempat Tindak Pidana dilakukan. Uraian kedua komponen
tersebut dilakukan secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang sederhana
dan kalimat kallimat efektif.
3. Pemilihan Bentuk Surat
Dakwaan
Setelah
diidentifikasi jenis, sifat, tindak pidana dan ketentuan pidana yang dilanggar,
lalu dilakukan pemilihan bentuk surat dakwaan yang paling tepat. Bentuk surat
dakwaan disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukan terdakwa, apabila
terdakwa hanya melakukan satu tindak pidana, digunakan dakwaan tunggal. Dalam
hal terdakwa melakukan satu tindak pidana yang menyentuh beberapa perumusan
ditentukan dalam undang-undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi
dan ketentuan pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif atau
subsidaritas (bersusun lapis). Dalam hal terdakwa melakukan beberapa tindak
pidana yang berdiri sendiri, dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif.
4.
Matrik Surat
Dakwaan
Dalam perkara-perkara yang
sulit pembuktiannya atau perkara-perkara penting, sebelum merumuskan konsep
Surat Dakwaan hendaknya disusun matrik surat dakwaan yang menggambarkan suatu
bagan (flowchart) mulai dari kualifikasi tindak pidana beserta pasal yang
dilanggar , unsur-unsur tindak pidana, fakta-fakta perbuatan terdakwa,
alat-alat bukti pendukung dan barang bukti yang dapat mendukung upaya
pembuktian. Masing-masing komponen tadi diterapkan dalam satu kotak yang berhubungan
secara paralel dengan kotak yang berada disebelah kanannya. Dri flowchart
tersebut tergambar: kualifikasi dan ketentuan pidana yang dilanggar,
unsur-unsur tindak pidana, fakta-fakta perbuatan terdakwa yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana, alat bukti yang mendukung pembuktian setiap unsur pasal yang didakwakan dan barang
bukti yang dapat melengkapi upaya pembuktian. Sebelum disusun konsep akhir
surat dakwaan sebagai persiapan pelimpahan perkara dilakukan ekspose guna
membahas surat dakwaan beserta upaya pembuktian.[4][4]
Contoh Surat Dakwaan
KEJAKSAAN NEGERI SEMARANG
“ UNTUK KEADILAN “
SURAT DAKWAAN
No.Reg.Perkara : 25/D/04/2009
I. IDENTITAS TERDAKWA :
1. Nama Lengkap : Reki Kurniawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 36 tahun/ 20 April 1973
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Pakintelan RT: 4 RW: 2, Pakintelan, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
2. Nama Lengkap : M Arief Setiawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 3 Februari 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Cempaka Sari RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
3. Nama Lengkap : Sony Hidayat
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 2 Mei 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Mangga RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
II. PENAHANAN
- Ditahan penyidik Polri sejak tanggal 4 April 2009 sampai dengan tanggal 7 April 2009
- Ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Polri tanggal 7 April 2009
- Oleh Jaksa Penuntut Umum tidak dilakukan Penahanan
III. DAKWAAN
Primair :
------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada hari Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 WIB bertempat di kost Beruang Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati telah melakukan penganiayaan yang telah direncanakan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
------Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa dan bila saat itu tidak bertemu manto maka sebagai pengganti rasa kecewa terdakwa sepakat untuk menganiaya siapa saja yang berada di kost beruang. Kebetulan pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang sontak menjadi pelampiasan amarah para terdakwa usai melampiaskan amarah terdakwa juga meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) kepada korban lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 353 ayat 1 KUHP.
Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melakukan pemerasan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo untuk memberikan sejumlah uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan amarah dari terdakwa. Selain itu terdakwa juga memaksa korban untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) setelah menerima uang tersebut terdakwa pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat 1 KUHP.
Lebih Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dan melawan hukum melakukan penganiayaan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan amarah dari terdakwa. Pelampiasan amarah dilakukan terdakwa dengan cara meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) disertai dengan kekerasan. Setelah korban menyerahkan uang terdakwa lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 268 ayat 1 KUHP.
Semarang, 15 Maret 2009
JAKSA PENUNTUT UMUM
INDRA SINAGA.S.H
JAKSA MUDA NIP. 230028068
“ UNTUK KEADILAN “
SURAT DAKWAAN
No.Reg.Perkara : 25/D/04/2009
I. IDENTITAS TERDAKWA :
1. Nama Lengkap : Reki Kurniawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 36 tahun/ 20 April 1973
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Pakintelan RT: 4 RW: 2, Pakintelan, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
2. Nama Lengkap : M Arief Setiawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 3 Februari 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Cempaka Sari RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
3. Nama Lengkap : Sony Hidayat
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 2 Mei 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Mangga RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
II. PENAHANAN
- Ditahan penyidik Polri sejak tanggal 4 April 2009 sampai dengan tanggal 7 April 2009
- Ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Polri tanggal 7 April 2009
- Oleh Jaksa Penuntut Umum tidak dilakukan Penahanan
III. DAKWAAN
Primair :
------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada hari Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 WIB bertempat di kost Beruang Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati telah melakukan penganiayaan yang telah direncanakan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
------Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa dan bila saat itu tidak bertemu manto maka sebagai pengganti rasa kecewa terdakwa sepakat untuk menganiaya siapa saja yang berada di kost beruang. Kebetulan pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang sontak menjadi pelampiasan amarah para terdakwa usai melampiaskan amarah terdakwa juga meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) kepada korban lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 353 ayat 1 KUHP.
Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melakukan pemerasan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo untuk memberikan sejumlah uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan amarah dari terdakwa. Selain itu terdakwa juga memaksa korban untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) setelah menerima uang tersebut terdakwa pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat 1 KUHP.
Lebih Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dan melawan hukum melakukan penganiayaan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan amarah dari terdakwa. Pelampiasan amarah dilakukan terdakwa dengan cara meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) disertai dengan kekerasan. Setelah korban menyerahkan uang terdakwa lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 268 ayat 1 KUHP.
Semarang, 15 Maret 2009
JAKSA PENUNTUT UMUM
INDRA SINAGA.S.H
JAKSA MUDA NIP. 230028068
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum
Acara Pidana mengatur bagai mana cara dan proses pengambilan putusan oleh
hakim, mengenai aspek ini dimulai melalui tahap pemeriksaan didepan persidangan
yakni mulai tahap pemeriksaan identitas terdakwa, pembacaan catatan/ dakwaan
oleh jaksa/penuntut umum, kemudian diberi kesempatan terdakwa/penasihat
hukumnya untuk mengajukan keberatan/eksepsi, dilanjutkan acara pembuktian,
acara tuntutan, pembelaan, replik dan duplik serta pemeriksaan dianggap selesai
dan dilanjutkan musyawarah dalam pengambilan putusan oleh hakim (Majelis) serta
penjatuhan/pengucapan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Bab XVI
Pasal 145 sampai dengan Pasal 232 KUHAP).
Dakwaan
merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat
dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan didasarkan
kepada surat dakwaan dan menurut Nederbrug, pemeriksaan tidak batal jika
batasan-batasan dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh mngenai
peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu.
Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian dari
surat dakwaan adalah suatu surat yang merupakn suatu tuntutan yang dibuat oleh
jaksa berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan yang mana perumusan tindak
pidana yang didakwakan dengan unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang
bersangkutan dan merupakan suatu dasar serta landasan bagi hakim dalam
pemeriksaan di muka pengadilan.
Syarat-syarat sebuah surat dakwaan ada dua yaitu syarat formil dan syarat
materiel yang diatur dalam Pasal 143 (2) KUHAP yakni
syarat syarat yang berkenaan dengan tanggal, tanda tangan Penuntut Umum dan
identitas lengkap terdakwa. Syarat syarat dimaksud dalam praktek disebut
sebagai syarat formil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf a KUHAP, syarat
formil meliputi :
c. Surat Dakwaan harus dibubuhi
tanggal dan tanda tangan Penuntut Umum pernbuat Surat Dakwaan;
d. Surat Dakwaan harus memuat
secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama lengkap, tempat lahir,
umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan.
Disamping
syarat formil tersebut ditetapkan pula bahwa Surat Dakwaan harus memuat uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan. Syarat ini dalam
praktek tersebut sebagai syarat materiil.
Sesuai
ketentuan pasal 143 (2) huruf b KUHAP, syarat materiil. meliputi :
c. Uraian secara cermat, jelas
dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan;
d. Uraian secara cermat, jelas
dan lengkap mengenai waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan.
Secara
materiil suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat
Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang :
9. Tindak Pidana yang dilakukan;
10. Siapa
yang melakukan Tindak Pidana tersebut;
11. Dimana
Tindak Pidana dilakukan;
12. Bilamana/kapan
Tindak Pidana dilakukan;
13. Bagaimana
Tindak Pidana tersebut dilakukan;
14. Akibat
apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil);
Bentuk-bentuk
Surat Dakwaan berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993
tentang Pembuatan Surat Dakwaan:
1. Dakwaan
Tunggal
2.
Dakwaan Alternatif
3. Dakwaan
Subsidair
4.
Komulatif
5.
Kombinasi
Cara dan teknik pembuatan
Surat Dakwaan yaitu:
1.
Penelitian
Berkas Perkara
2.
Teknis
Redaksional
3.
Pemilihan Bentuk
Surat Dakwaan
4.
Matrik Surat
Dakwaan.
Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca memperkaya khasanah perpustakaan serta
bermanfaat bagi semua pihak. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan
makalah selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment