Wednesday 22 May 2013

SOSILOGI HUKUM


LOGO USM

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN UU NOMOR 13 TAHUN 2003

 

Makalah Ini Disusun Untuk Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum

Disusun oleh :
WIWIT WIDYA WIRAWATI        A.141.11.0009


UNIVERSITAS SEMARANG
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
2013
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupannya manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Dalam upaya memenuhi berbagai kebutuhannya itu manusia dituntut untuk bekerja, karena dengan bekerja dapat diperoleh suatu penghasilan. Pekerjaan tersebut dapat diusahakan secara sendiri maupun dengan bekerja padaorang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri maksudnya adalah bekerja atas modal dan tanggung jawab sendiri. Sedangkan bekerja pada orang lain bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan mengutusnya dan harus tunduk dan patut pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut. Bekerja pada orang lain inilah yang berkaitan dengan Hukum Perburuhan.
Hukum Perburuhan adalah sebagian dari hukum yang berlaku (segala peraturan-peraturan) yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut. Pada dasarnya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Pekerja anak merupakan masalah yang cukup kompleks. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, kondisi anak, keluarga dan budaya masyarakat. Salah satu upaya untuk beradaptasi dengan kemiskinan adalah memanfaatkan tenaga kerja keluarga. Problematika pekerja anak dalam skala dunia merupakan masalah social yang cukup pelik bagi semua negara. Anak yang bekerja merupakan salah satu gambaran betapa rumit dan kompleksnya permasalahan anak.
Seorang anak yang terpaksa bekerja adalah bentuk penelantaran hak anak, karena pada saat bersamaan akan terjadi pengabaian hak yang harus diterima mereka. Seperti hak untuk memperoleh pendidikan, bermain, akses kesehatan dan lain-lain. Keadaan ini menjadikan pekerja anak masuk kategori yang memerlukan Perlindungan Khusus (Children In Need Of Special Protection) yang menuntut penanganan serius dari orangtua, keluarga, masyarakat dan kelompok terkait serta pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaanserta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak dilahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan, tetapi kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak atas hidup dan hak perlindungan baik dariorang tua, keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara.
Perlindungan anak tersebut berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi mutlak dan mendasar yang tidak boleh dikurangi satupun atau mengorbankan hak mutlak lainnya untuk mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila ia menginjak dewasa.
Hak asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan perlindungan, agar anakyang baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia secara utuh. Pekerja anak butuh perlindungan lebih, mengingat keadaan anak yang masih lemah baik secara fisik, mental, sosial maupun intelektualitas.
 Dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara. Semakin meningkatnya jumlah pekerja anak yang digunakan oleh perusahaan, berdampak semakin berkurangnya kesempatan kerja bagi pekerja dewasa. Hal ini disebabkan karena akibat dari hasil produktifitas pekerja anak ternyata tidak jauh berbeda dengan produktifitas pekerja dewasa.
Dampak lain dari semakin meningkatnya jumlah pekerja anak adalah dapat memicu hambatan dinamika proses pembangunan Sumber Daya Manusia di masa mendatang. Dampak yang sangat besar terkait dengan Sosial Cost yang diderita pekerja anak dan hilangnya kesempatan untuk memasuki dunia sekolah. Eksploitasi anak juga semakin sering dijumpai karena banyak dari mereka yang tidak mengetahui hak-haknya sebagai pekerja yang sebenarnya dapat memberikan peningkatan kesejahteraan mereka.
Pemerintah bersama legislatif telah mengeluarkan sebuah peraturan tentang Ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan perlindungan hukum bagi pekerja dan pemberi kerja. Terkait dengan pekerja anak, Undang-Undang ini memberikan pengertian dalam Pasal 1 Angka 26 menyebutkan bahwa Anak adalah setiap orang yang belum berusia 18 tahun. Maka dapat diartikan bahwa pekerja anak adalah mereka yang bekerja dalam usia di bawah 18 tahun.
Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 138 Tahun 1973 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, yang telah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999, yang dalam Lampiran Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa usia minimum untuk diperbolehkan bekerja adalah tidak boleh kurang dari usia tamat wajib sekolah, dan dalam keadaan apapun tidak boleh kurang dari 15 (lima belas) tahun. Konvensi ini lebih lanjut menyatakan bahwa undang-undang nasional juga dapat mengizinkan dipekerjakannya mereka yang berusia sedikitnya 15 (lima belas) tahun tetapi belum menyelesaikan wajib sekolah asalkan pekerjaan tersebut tidak membahayakan kesehatan dan perkembangan mereka, serta tidak memberikan kesulitan bagi mereka untuk bersekolah atau berpartisipasi dalam program latihan kejuruan.
Mengenai pekerja anak Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini telah memberikan ketentuan larangan bagi siapapun untuk mempekerjakan atau melibatkan anak-anak dalam bentuk pekerjaan terburuk. Namun mengenai jenis-jenis pekerjaan yang dianggap “pekerjaan terburuk” tersebut tidak diatur lebih lanjut dalam suatu Undang-Undang melainkan ditetapkan melalui sebuah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235/MEN/2003 tentang jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak, yang mulai berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2003.
Undang-Undang ini juga hanya memberikan perlindungan hukum bagi pekerja/buruh yang bekerja pada sektor formal dan hanya mewajibkan pengusaha atau pengguna jasa pekerja formal untuk mematuhi Undang-Undang mengenai perjanjian kerja, upah minimum, lembur, jam kerja, istirahat, dan hari libur. Sedangkan pekerja anak yang bekerja di luar hubungan kerja (sektor informal) tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, melainkan masih menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Upaya penanggulangan terhadap pekerja anak dapat dilakukan secara terpadu antar sektor di pusat dan daerah. Penanggulangan pekerja anak merupakan dilema pemerintah, di satu sisi pemerintah ingin melarang pekerja anak dan mengharapkan semua anak usia sekolah dapat mengembangkan intelektualitasnya di sekolah untuk mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu di masa depan, sementara di sisi lain pemerintah pun tidak dapat menghindar dari kenyataan bahwa masih banyak keluarga miskin sehingga mengijinkan anak-anak yang terpaksa harus bekerja.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis akan menguraikannya dalam makalah dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN UU NOMOR 13 TAHUN 2003”.
           
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja anak berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 ?
2.      Kerugian apa saja yang ditimbulkan apabila seorang anak dibiarkan menjadi pekerja anak ?.
I.3 Tujuan Penulisan
                        Adapun penulisan ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja anak berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
I.4 Manfaat Penulisan Peneli
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait sebagai berikut :
1.      Memberikan masukan kepada pemerintah dalam rangka menetapkan suatu kebijakan yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan.
2.       Memberikan informasi dan menambah pemahaman serta kesadaran masyarakat terutama bagi pemberi kerja (pengusaha) khususnya terkait dengan perlindungan hukum pekerja anak.


BAB II
PEMBAHASAN

II.1  Pengertian Pekerja Anak
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tentang Ketenagakerjaan hanya menyebutkan pengertian anak dalam Pasal 1 Angka 26 bahwa anak adalah setiap orang yang belum berusia 18 tahun. Batas Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tentang Ketenagakerjaan hanya menyebutkan pengertian anak dalam Pasal 1 Angka 26 bahwa anak adalah setiap orang yang belum berusia 18 tahun.
Batas usia kerja ini menjadi kontradiktif dengan konsep anak dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 138 Tentang Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja, menyebutkan usia minimum diperbolehkannya anak untuk bekerja adalah tidak boleh kurang dari usia wajib belajar yakni 15 tahun sedangkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menggunakan umur lebih tinggi yakni 18 tahun.
Dalam Pasal 69 Undang-Undang ini memberikan pengecualian bagi anak berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental maupun sosial. Pengertian tersebut secara tidak langsung menegaskan bahwa pekerja anak adalah anak yang beumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun.
Pengertian  pekerja  anak  sektor  informasi  adalah  anak-anak  yang berusia 4 hingga 18 tahun yang bekerja diberbagai bidang pekerjaan yang berkelanjutan dan menyita hampir seluruh waktu mereka sebagai anak sehingga tidak dapat bersekolah seperti anak-anak lainnya secara normal. Pekerja anak dalam hal ini adalah anak yang kehilangan masa kanak-kanak  dan  masa  depannya  yang  bekerja  sepanjang  hari  dengan  upah rendah  dan  dibawah  kondisi  yang  menimbulkan  akibat  buruk  terhadap kesehatan,  perkembangan  fisik maupun mental, dimana terkadang harus berpisah / dipisahkan dari kesempatan untuk memperoleh pendidikan serta melakukan  berbagai  pekerjaan  yang  bertentangan  dengan  hukum  dan delegasi internasional.

1. Faktor yang mempengaruhi anak  bekerja
Di Negara berkembang termasuk Indonesia tidak dapat dipungkiri banyak anak yang terpaksa melakukan pekerjaan dikarenakan  adanya dorongan   ekonomi   dalam   arti  membantu   mencari   nafkah   untuk menopang kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarga. Anak yang bekerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Banyaknya penduduk Indonesia  yang  hidup  dibawah  garis  kemiskinan.  
2) Budaya  masyarakat  yang  mendidik  anak  untuk  bekerja  membantu orang  tua  merupakan  suatu  hal  yang  wajar  dan  biasa.
3) Rendahnya kesadaran penduduk akan arti penting pendidikan sebagai sarana  peningkatan  kualitas  hidup  bagi  anak  di masa  mendatang.
4) Kemampuan  Pemerintah  dalam menyediakan  fasilitas untuk belajar mengajar sangat terbatas.
5) Terjadinya  keretakan  rumah  tangga  (broken  home)  sehingga  anak kurang  mendapatkan   perhatian  dari  orang  tuanya  dan  mereka berusaha mencari jati-dirinya dengan jalan bekerja.

Dari   sisi   kualifikasi / penggolongan   pekerjaan,   yang   boleh dilakukan  untuk  dilakukan  oleh  anak-anak  yang  terpaksa  bekerja adalah:
1. Pekerjaan  ringan,  yaitu  pekerjaan  yang  apabila  dilakukan  tidak mengganggu  perkembangan  mental,  fisik,  pendidikan  dan  social dalam tumbuh kembang.
2. Pekerjaan kesenian, adalah pekerjaan yang dilakukan dalam rangka menyalurkan bakat dan minat anak.

2. Dampak negatif anak yang terpaksa bekerja
Banyak pekerjaan yang memberikan dampak negatif terhadap perkembangan  anak,  pekerjaan  yang  tidak  berbahaya  bagi  pekerja dewasa dapat menjadi sangat berbahaya bagi anak-anak. Ada tiga aspek pertumbuhan  dan perkembangan anak yang dapat terancam atas suatu pekerjaan, yaitu :
1.                  Pertumbuhan fisik, termasuk kesehatan secara menyeluruh, kekuatan penglihatan dan pendengaran,  karena mereka mengeluarkan  terlalu banyak stamina yang harus dipertahankan hingga usia dewasa.
2.                  Pertumbuhan   emosiaonal,  termasuk  harga  diri,  ikatan  keluarga, perasaan dicintai dan diterima oleh lingkungan secara memadai dapat juga hilang dan terhambat.
3.                  Pertumbuhan  kognitif terhambat, termasuk kemampuan  baca, tulis, hitung dan perolehan  pengetahuan  lainnya  yang  diperlukan  untuk kehidupan normal.
Perlindungan hukum diartikan sebagai suatu bentuk tindakan atau perbuatan hukum pemerintah yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan hak dan kewajibannya yang dilaksanakan berdasarkan hukum positif di Indonesia. Perlindungan hukum timbul karena adanya suatu hubungan hukum. Hubungan hukum (rechtbetrekking) adalah interaksi antar subjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai akibat-akibat hukum (timbulnya hak dan kewajiban).
II.2    Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Dikaitkan Dengan Konsep Welfare State
Perlindungan hukum dikaitkan dengan konsep Welfare State sebagaimana yang dianut oleh Indonesia. Konsep ini menghendaki kemakmuran dan kesejahteraan bagi warga negaranya. Untuk itu pemerintah dituntut untuk bersifat aktif dalam rangka mewujudkan tujuan dari konsep negara welfare state tersebut, salah satunya dengan kebijakan-kebijakan yang dapat pemerintah wujudkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga negara tanpa diskriminasi. Hal ini termasuk perlindungan terhadap hak asasi anak yang juga merupakan hak asasi manusia.
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Anak yang bekerja merupakan salah satu bentuk strategi kelangsungan hidup rumah tangga (Household Survival Strategy). Hal ini terjadi dalam masyarakat yang mengalami transisi ekonomi atau kelompok miskin di perkotaan. Bila kondisi keluarga dalam kemiskinan, mereka akan memanfaatkan sumber yang tersedia. Salah satu upaya untuk beradaptasi dengan kemiskinan adalah memanfaatkan tenaga kerja keluarga. Akibatnya banyak orang tua harus rela melepaskan anaknya untuk bekerja demi membantu perekonomian keluarga.
Dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketenagakerjaan yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja anak yang diatur dalam Pasal 68-75. Pasal 68 UU No.13 tahun 2003 menegaskan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Perlindungan terhadap larangan anak untuk dipekerjakan dimaksudkan agar anak dapat memperoleh haknya untuk mengembangkan kepribadiannya serta untuk memperoleh pendidikan karena anak merupakan generasi bangsa.
Namun demikian ketentuan tersebut dikecualikan dalam Pasal 69 ayat (1) bahwa bagi anak berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun dapat dipekerjakan untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial.
Pasal 69 ayat (2) memberikan ketentuan bagi pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana ayat (1) harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Izin tertulis dari orang tua atau wali.
b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali.
c. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.
d. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam.
e. Keselamatan dan kesehatan kerja.
f. Adanya hubungan kerja yang jelas.
g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketentuan a, b, f dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya (Pasal 69 ayat 3). Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.(pasal 70 ayat 1). Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 paling sedikit berumur 14 tahun (ayat 2). Pekerjaan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan syarat :
a. Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan.
b. Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (ayat 3).
Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya (Pasal 71 ayat 1). Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat :
a. Dibawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali.
b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari.
c. Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
Pasal 71 ayat 1 memberikan penjelasan bahwa ketentuan ini adalah untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak pada umumnya muncul pada usia ini tidak terhambat. Pasal 72 menegaskan dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Pasal 73 menyatakan bahwa anak bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Pasal 74 menegaskan bahwa siapa pun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk. Pekerjaan terburuk yang dimaksud adalah meliputi :
a. Segala jenis pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya.
b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian.
c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi atau perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
Pasal 75 menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.

II.3 Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Dalam UU Ketenagakerjaan Ditinjau Berdasarkan Konsep Perlindungan Hukum Iman Soepomo
Di Indonesia dikenal konsep perlindungan hukum oleh Iman Soepomo. Jika konsep perlindungan hukum terhadap pekerja anak dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ditinjau berdasarkan konsep teori perlindungan hukum menurut Iman Soepomo maka akan didapatkan sebuah keutuhan konsep perlindungan hukum yang legitimate berdasarkan dengan hukum positif, karena konsep tersebut merupakan perpaduan dari nilai-nilai normatif dan aspek hukum doktrinal. Perlindungan hokum sendiri terbagi dalam 3 kelompok,yaitu :

1.      Perlindungan  Ekonomis
Menurut Iman Soepomo, perlindungan ekonomis yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya, termasuk bila pekerja tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya.
Konsep perlindungan hukum ketenagakerjaan dalam bidang ekonomis menurut Iman Soepomo telah terakomodir dengan Pasal 69 ayat (2) huruf (g) Undang-Undang Ketenagakerjaan, karena Pasal ini menegaskan kepada pengusaha untuk memberikan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pekerja anak.
Maksud dari ”upah sesuai ketentuan yang berlaku” adalah bahwa tenaga kerja anak harus menerima upah sebagaimana menurut Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Karena tidak ada ketentuan yang menegaskan adanya perbedaan upah antara pekerja anak dengan pekerja dewasa. Karena dari segi hasil produktifitas pekerja anak tidak jauh berbeda dengan produktifitas pekerja dewasa.
Perlindungan secara ekonomis ini juga searah dengan perlindungan hukum terhadap pekerja yaitu norma kerja. Norma kerja berupa perlindungan hak tenaga kerja secara umum baik sistem pengupahan, cuti, kesusilaan, dan religius dalam rangka memelihara kinerja pekerja.
Ketentuan sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan Pasal 69 ayat (2) diakomodir dalam Pasal 185 bahwa barangsiapa melanggar ketentuan yang dimaksud dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling seingkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.400.000.000,- (empat ratus juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud merupakan tindak pidana kejahatan.
2.      Perlindungan Social
Perlindungan social menurut Iman Soepomo yaitu suatu jenis perlindungan pekerja berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan memperkembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
Perlindungan sosial menurut Iman Soepomo telah terakomodir dalam Pasal 69 ayat (2) huruf c, d dan e. Pasal 69 ayat (2) huruf c dan d menegaskan bahwa pengusaha/pemberi kerja yang mempekerjakan anak hanya boleh mempekerjakan anak dengan waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam dan pekerjaan dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.
Ketentuan ini ditujukan agar kesehatan fisik anak tetap terjaga. Selain itu pembatasan waktu kerja yang hanya maksimum 3 (tiga) jam ini ditujukan agar anak tetap mempunyai waktu untuk belajar dan bermain dengan anak-anak seusianya. Untuk itu walaupun anak bekerja tetapi anak tetap dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.
Pasal 69 ayat (2) ayat e adalah pemberi kerja/pengusaha wajib melindungi kesehatan dan keselamatan kerja pekerja anak. Dalam hal ini pemberi kerja wajib yang mempekerjakan anak dengan memberikan jaminan kesehatan kerja bagi pekerja anak. hal tersebut dapat diwujudkan melalui program Jamsostek berupa Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Pasal 70 juga telah sejalan dengan konsep perlindungan sosial menurut Iman Soepomo. Pasal ini menyatakan bahwa anak dapat melakukan pekerjaan ditempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejebat yang berwenang. Hal ini ditujukan agar anak dapat diberikan masukan akan pendidikan ataupun pelatihan sejak dini sekalipun ia sedang bekerja. agar ia dapat berkembang dengan baik sampai ia menginjak dewasa. Dengan persyaratan harus diberi petunjuk dengan jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan tersebut dan diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari pemberi kerja atau pengusaha.
Pasal 71 ayat 1 menyatakan bahwa anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Ketentuan ini untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak pada umumnya muncul pada usia ini tidak terhambat. Dalam hal ini anak diberikan kebebasan untuk mengembangkan bakat dan minatnya, karena anak yang bekerja tidaklah selalu berdampak negatif.
Bagi pihak yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) diatur dalam Pasal 187 yaitu barangsiapa melanggar ketentuan yang dimaksud dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 74 yang memberikan perlindungan kepada pekerja anak dengan memberikan ketentuan bahwa anak dilarang dipekerjakan atau dilibatkan pada pekerjaan-pekerjaan terburuk.
Hal ini ditujukan agar dalam proses sosialisasi anak selalu diberikan masukan-masukan yang sifatnya positif, sehingga dalam tumbuh kembang anak bisa menjadi anak yang baik yang terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif meskipun dia sebagai pekerja anak..
Konsep perlindungan hukum sosial menurut Iman sopomo tersebut juga searah dengan ketentuan Norma Kesehatan Kerja yaitu meliputi pemeliharaan dan peningkatan keselamatan pekerja, penyediaan perawatan medis bagi pekerja, dan penetapan standar kesehatan kerja.
Bagi pihak yang mempekerjakan anak pada jenis-jenis pekerjaan terburuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, ketentuan sanksi diatur dalam Pasal 183 yaitu pihak sebagaimana dimaksud dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
3.      Perlindungan Teknis
Menurut Iman Soepomo, perlindungan teknis yaitu suatu usaha perlindungan pekerja yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan dari alat kerja atau bahan yang diolah oleh perusahaan. Hal ini diwujudkan dalam Perlindungan teknis dibidang ketenagakerjaan menurut Iman Soepomo telah direfleksikan dalam Pasal 69 ayat (2) huruf e adalah pemberi kerja/pengusaha wajib melindungi kesehatan dan keselamatan kerja pekerja anak.
Sama halnya dengan perlindungan sosial, perlindungan teknis dapat diwujudkan oleh pengusaha dengan mengikuti program Jamsostek., yaitu program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Jaminan kecelakaan kerja (JKK) berkisar antara 0,24%--1,74% dari upah sebulan yang ditanggung pengusaha
Pasal 72 juga memberikan sebuah perlindungan teknis yaitu bahwa dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja dewasa maka tempat kerja anak harus dipisahkan dengan tempat kerja pekerja dewasa. Ketentuan ini ditujukan untuk perlindungan keselamatan pekerja anak dari bahaya yang mungkin ditimbulkan dari adanya alat produksi atau pekerjaan yang cenderung kurang bisa dikendalikan anak-anak atau juga harus dihindari dari sentuhan anak-anak.
Tentunya hal ini ditujukan untuk meminimalisir adanya bahaya yang ditimbulkan dari ketidakcakapan pekerja anak terhadap alat-alat produksi atau pekerjaan yang ada di tempat pekerja dewasa. Hal lain yang menjadi dasar pertimbangan Pasal 72 tersebut ialah faktor mental dan sosial anak, saat pekerja anak bergabung dengan komunitas pekerja dewasa secara mendasar pola komunikasi dan sosialisasi pekerja dewasa berbeda dengan anak dan berpotensi memberikan dampak buruk terhadap anak melalui pola kehidupan sosial yang belum seharusnya diperoleh oleh anak.
Perlindungan teknis berupa keamanan kerja juga diatur dalam Pasal 73 yang menyatakan bahwa anak bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Ketentuan ini ditujukan dalam rangka administrasi pengawasan yang efektif dari pihak pengusaha atau pemberi kerja yang mempekerjakan pekerja anak. Perlindungan teknis juga diakomodir dalam Pasal 74 yang memberikan perlindungan kepada pekerja anak dengan memberikan ketentuan bahwa anak dilarang dipekerjakan atau dilibatkan pada pekerjaan-pekerjaan terburuk.
Perlindungan ini sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan baik fisik maupun non fisik.
Perlindungan lain terhadap pekerja dapat meliputi :
1. Norma keselamatan kerja, meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, alat-alat kerja bahan dan proses pengerjaan, keadaan tempat kerja, lingkungan serta cara melakukan pekerjaan.
2. Norma kesehatan kerja dan higiene kesehatan perusahaan yang meliputi pemeliharaan dan peningkatan keselamatan pekerja, penyediaan perawatan medis bagi pekerja, dan penetapan standar kesehatan kerja.
3. Norma kerja berupa perlindungan hak tenaga kerja secara umum baik sistem pengupahan, cuti, kesusilaan, dan religius dalam rangka memelihara kinerja pekerja.
4. Norma kecelakaan kerja berupa pemberian ganti rugi perawatan atau rehabilitasi akibat kecelakaan kerja dan/atau menderita penyakit akibat pekerjaan dalam hal ini ahli waris berhak untuk menerima ganti rugi.
Konsep perlindungan hukum yang mengatur mengenai pekerja anak dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan telah cukup baik karena ketentuan yang ada tersebut mengandung aspek normatif dan aspek doktrinal. Namun ada hal yang masih menjadi permasalahan dalam Pasal 75 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.
Namun hingga kini pemerintah belum juga mengeluarkan seperangkat peraturan sebagai pelaksanaan dari ketentuan tersebut. Jadi apabila terjadi permasalahan terhadap pekerja anak yang bekerja di luar sektor formal, saat ini masih menggunakan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Oleh karena itu perlindungan hukum bagi anak yang bekerja di luar sektor formal belum dapat diterapkan secara optimal di masyarakat.
Undang-Undang Ketenagakerjaan memang melarang siapapun mempekerjakan dan melibatkan anak-anak yang diartikan sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, seperti perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, pornografi, atau perjudian, pekerjaan yang menggunakan anak untuk mendapatkan atau melibatkan anak dalam pembuatan dan perdagangan minuman beralkohol, narkotika, zat psikotropika, dan/atau segala jenis pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan, keselamatan, dan moral seorang anak..
Jenis-jenis pekerjaan yang merusak kesehatan, keselamatan, dan moral seorang anak ini tidak dicantumkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, tetapi ditetapkan melalui sebuah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235/MEN/2003.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut mulai berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2003, yang menetapkan lima belas tahun sebagai usia kerja anak (Pasal 3), dan melarang anak berusia di bawah delapan belas tahun untuk melakukan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan, keselamatan, atau moral mereka. Dengan demikian, keputusan tersebut seolah-olah berlaku juga bagi pekerja anak di luar sektor formal (sektor informal).
Namun dalam prakteknya tidak diterapkan. Hanya pengguna jasa tenaga kerja di sektor formal saja yang dilarang oleh KEPMEN tersebut. Padahal terdapat lebih banyak anak di sektor informal daripada di sektor formal, pengguna jasa tenaga kerja di sektor informal tidak dibatasi dalam hal jumlah jam kerja yang mereka tuntut dari anak.
Perbedaan dalam hal perlindungan yang diberikan kepada pekerja anak di bidang formal dibandingkan dengan pekerja anak di bidang informal adalah bertentangan dengan Konvensi Hak Anak dan Konvensi Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, yang tidak membedakan antara berbagai sektor pekerjaan dalam melarang eksploitasi ekonomi terhadap anak.
Keputusan Menteri ini lebih jauh lagi menyebutkan pekerjaan yang dilakukan dalam tempat tertutup dan dilaksanakan antara jam 6:00 sore sampai jam 6:00 pagi sebagai pekerjaan berbahaya. Ketentuan ini seharusnya berlaku bagi anak yang bekerja di luar sektor formal seperti pekerja runah tangga, tetapi pada prakteknya tidaklah demikian. KEPMEN ini juga tidak menyebutkan secara khusus bahwa termasuk dalam pekerjaan berbahaya adalah pekerjaan yang membuka kesempatan pelecehan fisik, psikologis, atau seksual terhadap anak; melibatkan jam kerja yang panjang; atau yang secara tidak pantas mengekang seorang anak di tempat majikannya, sepeti ditetapkan dalam Konvensi Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Dengan demikian ini merupakan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Dalam pandangan ILO/IPEC, jika anak dibiarkan untuk bekerja, di masa depannya akan menuai masalah yang luas dan kompleks, bukan hanya pada anak sendiri tetapi juga kerugian jangka panjang yang harus ditanggung masyarakat.
*       Kerugian bagi anak :
a. Penyangkalan hak-hak dasar, misalnya hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk bermain, dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik.
b. Tubuh anak masih terus berkembang dan belum terbentuk sepenuhnya. Pekerjaan tertentu dapat mengakibatkan kesehatan yang buruk atau dapat mencelakakan dan dapat mengakibatkan tumbuh kembang anak terganggu.
c. Anak-anak lebih mudah terkontaminasi senyawa kimia dan radiasi berbahaya dibandingkan orang dewasa karena daya tahan tubuh anak rentan terhadap penyakit.
e. Anak-anak seringkali mengerjakan pekerjaan yang terdapat eksploitasi, berbahaya, merendahkan harga diri dan terisolasi. Mereka seringkali mendapatkan perlakuan kasar, sewenang-wenang dan diabaikan oleh majikannya.
f. Anak-anak didorong memasuki dunia orang dewasa sebelum waktunya. Mereka tidak mempunyai waktu mengikuti aktivitas-aktivitas yang penting untuk pertumbuhan mereka, misalnya bermain, bersekolah, bergaul dengan teman sebaya. Mereka tidak dibekali dengan pendidikan dasar yang dibutuhkan untuk kehidupan.


*      Kerugian jangka panjang yang ditanggung masyarakat :
a. Anak-anak tanpa pendidikan memiliki kesempatan mengubah nasibnya dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor pendorong masuknya anak ke dunia kerja, akan tetap bekerja pada usia dini menyebabkan mereka tetap miskin. Kesejahteraan masyarakat dipertaruhkan.
b. Anak-anak yang mulai bekerja pada usia dini akan mengalami kesehatan fisik yang rapuh, ketakutan, dan matang sebelum waktunya di masa yang akan datang.

BAB III

PENUTUP

III.1 SIMPULAN
Secara umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur perlindungan hukum terhadap pekerja anak. Hal tersebut terlihat dengan terakomodirnya aspek ekonomis, aspek sosial dan aspek teknis dalam perumusan Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu :
a. Aspek Ekonomis yang menyatakan perlindungan dari segi upah telah direfleksikan dalam Pasal 69 ayat (2) huruf g bahwa pengusaha wajib memberikan upah sesuai dengan pengertian upah menurut Pasal 1 angka 30.
b. Aspek Sosial telah diakomodir dalam Pasal 69 ayat (2) huruf c, d, dan e bahwa pengusaha berkewajiban memberikan perlindungan berupa jaminan kesehatan, Pasal 71 memberikan perlindungan bagi anak yang bekerja untuk pengembangan bakat dan minat yang umumnya muncul pada usia anak menjadi tidak terhambat, dan Pasal 74 yang melarang anak bekerja pada jenis-jenis pekerjaan yang terburuk.
c. Aspek Teknis yang menyatakan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan perlindungan berupa keselamatan kerja telah sesuai dengan ketentuan Pasal 69 ayat (2) huruf e yang memberikan kewajiban pengusaha untuk menjamin keselamatan pekerja anak, Pasal 72 yang memberikan ketentuan bahwa dalam hal anak dipekerjakan bersama pekerja dewasa, tempat kerja harus dipisahkan.
Hal lain ialah faktor mental dan sosial anak yang jelas berbeda dengan orang dewasa pada umumnya, Pasal 73 menegaskan bahwa untuk menjamin keselamatan anak, maka anak hanya dianggap bekerja jika berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, serta ketentuan Pasal 74 yang secara tegas melarang anak untuk dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang terburuk.
Pasal 75 yang menyatakan kewajiban bagi pemenrintah untuk menanggulangi pekerja anak yang bekerja di luar hubungan kerja, hingga kini belum di keluarkan peraturan pelaksanaannya. Jadi apabila terjadi permasalahan terhadap pekerja anak yang bekerja di luar hubungan kerja saat ini masih menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

DAFTAR PUSTAKA


Hakim, Lutfi. “Perlindungan Hukum Tenaga Kerja”. (Online). (http://lutfichakim.blogspot.com/2012/08/perlindungan-hukum-tenaga-kerja.html/. Diakses, 20 April 2013).

Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2010.

Setiamandani, Emei Dwinanarhati. “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak dan Upaya Penanggulangannya”. (Online). (http://emeidwinanarhati.blogspot.com/201/08/jurnal-reformasi.html/. Diakses. 21 April 2013).

Tobing, Letezia. “Jenis-jenis Pekerjaan Yang Dilarang Dilakukan Anak”. (Online). (http://hukumonline.com/2013/03/21/buruh-dan-tenaga-kerja/. Diakses, 20 April 2013).


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.


0 comments:

Post a Comment

 

Kiwilicious.com | Copyright © 2012 | Powered by Blogger | Blog Designed By Yogen Basnet