Tuesday 28 May 2013

MAKALAH KRIMINOLOGI


PENERAPAN TEORI BRIDGING DALAM KASUS GENG MOTOR

Makalah Ini Disusun Untuk Tugas Mata Kuliah Kriminologi

Disusun oleh :

RACHMATIKA DYAH SUWANDANI           / A.131.10.0130
                YAZID KURNIAWAN                                       / A.141.11.0002
                TIARA WAHYU YUANIKA                             / A.141.11.0003
HANA ARIDHA WIJAYA                                / A.141.11.0005
RIZA NURUL LATIFAH                                 / A.141.11.0006
WIWIT WIDYA WIRAWATI                                     / A.141.11.0009


UNIVERSITAS SEMARANG
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Kenakalan remaja tidak dapat dipisahkan dari perkembangan zaman dari era ke era. Sebab setiap zaman memiliki ciri khas yang berbeda dan memiliki tantangan yang berbeda khususnya kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak muda ini bereaksi dengan cara yang khas pula terhadap situasi atau zaman yang berbeda. Pada tahun 50 sampai pada tahun 60-an di Indonesia yang menjadi masalah rumit bagi orang muda ialah adaptasi terhadap situasi sosial politik yang baru, yaitu setelah menjalani kemelut merebut kemerdekaan. Kenakalan remaja pada saat itu umumnya berupa penodongan sekolah-sekolah untuk mendapatkan ijazah dan penonjolan diri yang berlebihan bak pahlawan kesiangan. Selain itu, kenalan remaja pada zaman ini juga berupa keberandalan dan tindak-tindak kriminal ringan ala anak-anak jalanan, menirukan pola perilaku anak-anak muda di luar negeri yang mereka hayati dengan hadirnya film-film impor dan buku-buku bacaan sadistis dan buku-buku porno. Adapun faktor kejahatan mereka adalah karena ketidakmampuan anak memanfaatkan waktu kosong dan kurangnya pengendalian terhadap dorongan meniru. Sayangnya yang mereka tiru justru perbuatan yang tidak terpuji, misalnya; hidup bermalas-malasan dan hidup seperti hippis, melakukan tindak kriminal untuk memuaskan ambisi sosial yang semakin meningkat.
Pada tahun 70-an keatas, kenakalan remaja di kota-kota besar di tanah air sudah menjurus pada kejahatan yang lebih serius, antara lain berupa tidak kekerasan, penjambretan, penggarongan, perbuatan seksual dalam bentuk perkosaan sampai pada perbuatan pembunuhan dan perbuatan kriminal lain seperti pecandu narkotika. Kejahatan dan kenakalan tersebut erat kaitannya dengan makin derasnya arus urbanisasi dan semakin banyaknya jumlah remaja desa bermigrasi kedaerah perkotaan tanpa jaminan sosial yang mantap, ditambah sulitnya mencari pekerjaan yang cocok dengan keinginan mereka.
Pada tahun berikutnya kenakalan remaja semakin meluas baik dalam frekuensinya maupun dalam kualitas kejahatannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pengedaran dan penggunaan ganja dan narkotika ditengah masyarakat dan memasuki ruang sekolah.
Seiring dengan berkembangnya zaman, tak dapat kita pungkiri kenakan remaja pun semakin berkembang. Pada masa sekarang ini yang dikenal dengan masa atau era reformasi dan kebebasan sepertinya membawa dampak yang nyata dalam perkembangan kenakalan remaja. Dimana pada masa sekarang ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil lagi, mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tardisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka kurang beralasan.
Kenakalan remaja yang sedang populer di zaman sekarang ini adalah kenakalan remaja geng motor. Remaja khususnya laki-laki, lebih suka membentuk sebuah kelompok yang dinamai dengan “geng motor”, dimana para remaja ini merasa populer dan disegani oleh orang lain apabila bergabung kedalam sebuah geng motor, karena banyak orang yang menganggap berasumsi bahwa geng motor itu merupakan segerombolan pemuda yang brutal, sadis, tidak berpendidikan dan memiliki hobi menyakiti orang lain. Namun, bagi remaja yang bergabung dalam geng motor tersebut, malah menyukai asumsi masyarakat yang seperti itu. Semakin buruk asumsi masyarakat terhadap geng motor, maka semakin senanglah para remaja yang tergabung dalam geng tersebut. Geng motor ini,, cenderung melakukan kenakalannya dengan melakukan aksi balap liar di jalan raya, perkelahian antar geng motor yang lain, penjambretan, dan penganiayaan terhadap orang lain yang tidak mereka sukai.
Seiring dengan perkembangan dan pencarian identitas kepribadian, banya wujud dan perilaku yang dilakukan remaja baik yang diketahui ataupun yang tidak diketahui. Umumnya perbuatan remaja yang tidak diketahui selalu tidak terjerat hukum yang disebabkan oleh kejahatan yang dianggap sepele, tidak pernah dilaporkan kepada yang berwajib karena orang malas dan segan berurusan dengan polisi dan pengadilan, orang takut akan adanya balas dendam. Sementara itu wujud-wujud perilaku kenakalan remaja yang dapat diketahui dan terjerat hukum adalah Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain. Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman masyarakat sekitar. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindak asusila. Kriminalitas anak,
Dari uraian diatas maka dukungan dari teman-teman seperjuangan tidak dapat diabaikan keberadaannya. Steven Box dalam bukunya yang berjudul Deviance, Reality, and Society mengemukakan bahwa ada anak-anak dan remaja yang mempunyai kemauan untuk melakukan kejahatan tetapi tidak pernah terwujud. Dalam kaitannya beberapa kasus kenakalan remaja diatas kami akan membahas tentang kenakalan remaja yang terbentuk dalam kelompok Geng motor.
B.  RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas, kami selaku penulis akan membahas :
1.      Pengertian Geng Motor, Club motor dan Hukum yang mengaturnya.
2.      Bridging Theory dan Pembagiannya.
3.      Analisa kasus mengenai Geng motor menurut Labelling Theory dan                 Critikal Theory.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. CONTOH KASUS
Korban Tewas Aksi Geng Motor Anggota TNI AL
VIVAnews - Kasus pengeroyokan yang dilakukan geng motor di Jakarta masih didalami penyidik Polda Metro Jaya. Polisi menduga aksi lanjutan yang terjadi secara beruntun merupakan aksi balas dendam.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto mengatakan, aksi brutal anggota geng motor di Jakarta sampai tiga kejadian. Aksi pertama pada 31 Maret 2012, dan menyebabkan satu orang meninggal dunia.
"Korban atas nama Arifin, dia anggota TNI Angkatan Laut, pangkatnya Klasi. Kejadiannya di Pademangen, Jakarta Utara," ujar Rikwanto, Selasa 10 April 2012.
Ditambahkan Rikwanto, setelah kejadian tanggal 31 Maret, kemudian terjadi lagi aksi lanjutan pada 7 April 2012 dan menewaskan satu orang bernama Soleh. Korban ditemukan tergeleak di SPBU Shell, Danau Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selain Soleh, ada dua korban lagi yang mengalami luka berat.
Kejadian terakhir pada 8 April 2012, di Jalan Raya Benjamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dalam kejadian ini, lima orang mengalami luka tusuk dan satu motor dibakar.
"Untuk tanggal 7-8 April itu aksi balas dendam. Masih dilakukan pendalaman untuk korban pertama dan kedua, karena kejadiannya bersamaan sekitar pukul 02.00-03.00 WIB dini hari," jelas Rikwanto.
Saat ini, Polda Metro Jaya dengan Polres Jakarta Utara dan Jakarta Pusat membentuk tim untuk menyelidiki aksi saling serang kelompok geng motor ini. Sebagai tindakan preventif langsung dilakukan patroli pada lokasi tempat balap liar. Sementara mengenai siapa pelakunya, polisi sudah menemui titik terang dan segera dilakukan upaya penangkapan. "Saksi-saksi di lapangan sudah ada yang diperiksa," kata dia.
Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Angkatan Laut, Laksamana Untung Suropati, membenarkan bila dalam aksi geng motor, Klasi Satu (KLS) Arifin adalah anggotanya. Arifin bertugas sebagai staf di Mako Armabar.
Terkait dengan keterlibatan rekan-rekan Arifin yang diduga melakukan aksi balas dendam, Untung membantahnya. Menurutnya, kejadian tersebut memang beruntun, tetapi bukan kejadian lanjutan.
"Kalau dibilang lanjutan tidak tepat juga. Kalau lanjutan, abis kejadian meninggal pasti hari itu juga ada aksi balasan," kata Untung.
Sementara itu, pelaku yang diduga memiliki ciri-ciri badan tegap, rambutnya cepak dan sebagainya, lanjut Untung, itu merupakan suatu hal yang kebetulan sama.
Sebenarnya aksi geng motor bukan baru ini terjadi. Aksi-aksi brutal yang dilakukan oleh geng motor sudah terjadi sejak lama. Keberadaan geng motor pun saat ini sedang marak-maraknya, bahkan setiap kota-kota besar ada geng motor. Kita saksikan saja ketika malam tiba, pada beberapa ruas jalan ada sekelompok anak muda kumpul dengan motor yang dibawanya. Biasanya geng motor ini dikaitkan dengan adanya balapan liar yang memakai jalanan kota. Biasanya balapan itu dilakukan dini hari, kala jalanan sunyi. Balapan tersebut dilakukan untuk meraup keuntungan materi dari taruhan yang dilakukan. Jika terjadi perselisihan maka dengan mudah terjadi perkelahian dan imbasnya terjadi penjarahan kepada masyarakat atau tempat-tempat tertentu yang ada disekitar lokasi. Itulah geng motor, yang sangat jauh berbeda dengan klub motor resmi di masyarakat yang melakukan tindakan-tindakan positif—tidak melakukan kekerasan, tidak balapan liar.

  1. PENGERTIAN GENG MOTOR DAN HUKUM YANG MENGATUR
Pengertian geng motor ini sebenarnya berawal dari sebuah kecenderungan hobi yang sama dari beberapa orang, namun belakangan geng motor semakin meresahkan masyarakat. Anggota geng motor tidak lebih dari anak-anak yang kurang perhatian dari orang tua mereka. Mereka itu ingin cari perhatian dan dipuji-puji rekan satu gengnya karena di rumah tidak mendapat kasih sayang orang tua.  Perlu dibedakan antara geng motor dengan Club Motor. Club Motor biasanya mengusung merek tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal, seperti HDC (Harley Davidson Club), Scooter (kelompok pecinta Vesva), kelompok Honda, kelompok Suzuki, Tiger, Mio. Ada juga Brotherhood kelompok pecinta motor besar tua. Tapi kalau soal aksi jalanan, semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi raja jalanan, tak mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain.
Geng motor mulanya kumpul-kumpul sesama pecinta motor, kemudian berubah jadi geng yang beranggotakan puluhan bahkan ratusan orang.                         Di jalanan, mereka membentuk gaya hidup yang terkadang menyimpang dari kelaziman demi menancapkan identitas kelompok. Ngetrack, kebut-kebutan, dan tawuran adalah upaya dalam pencarian identitas mereka.
Sekarang geng-geng motor sudah berada dalam taraf berbahaya, tak segan mereka tawuran dan tak merasa berdosa para geng tersebut membunuh. Perbedaan mencolok dari geng motor dan club motor adalah :
1.         Kebanyakan anggota geng motor tidak memakai perangkat safety seperti helm, sepatu dan jaket.
2.         Membawa senjata tajam yang dibuat sendiri atau udah dari pabriknya seperti samurai, badik hingga bom Molotov.
3.         Biasanya hanya nongol malam hari dan tidak menggunakan lampu penerang serta berisik.
4.         Jauh dari kegiatan sosial, tidak pernah membuat acara-acara sosial seperti sunatan masal atau kawin masal, mereka lebih suka membuat acara membunuh masal.
5.         Anggota nya lebih banyak ke pada kaum lelaki yang sangar, tukang mabok, penjudi dan hobi membunuh, sekalipuntidak menutup kemungkinan ada kaum hawa yang ikut dan cewek yang ikut geng motor biasanya cuma dijadikan budak nafsu cowok masal.
6.         Motor yang mereka gunakan bodong, gak ada spion, sein, hingga lampu utama. Yang penting buat mereka adalah kencang dan mampu melibas orang yang lewat.
7.         Visi dan misi mereka jelas, hanya membuat kekacauan dan ingin menjadi geng terseram diantara geng motor lainnya hingga sering terjadi tawuran diatas motor.
8.         Tidak terdaftar di kepolisian atau masyarakat setempat.
9.         Kalau nongkrong, lebih suka ditempat yang jauh dari kata terang. Lebih memilih tempat sepi, gelap dan bau busuk.
10.     Kalau pelantikan anak baru biasanya bermain fisik, disuruh berantem dan minum minuman keras ampe jackpot (muntah-muntah).
Namun sekarang perlu diwaspadai karena ada geng motor yang berkedok club motor. Berpakaian rapi, safety dan penuh perlengkapan berkendaraan namun arogan, anarkis dan egois kalau dijalan serta tak segan mereka membuat rusuh bila merasa diGenggu. Selama AD/ART mereka jelas dan terdaftar dipihak kepolisian, club motor tidak bakal berubah menjadi geng motor.
Geng motor, secara substansi merupakan perkumpulan orang-orang. Kebebasan untuk berkumpul merupakan salah satu hak yang diakui dalam Undang-undang dasar 1945 amandemen ke-IV, yaitu pasal 28E ayat 3, yang menyebutkan “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Dari pasal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebagai warga negara Indonesia berhak untuk berserikat, membentuk perkumpulan dan mengeluarkan pendapatnya. Setiap ada hak tentu ada kewajiban. Ada peraturan yang membatasi prilaku dari perserikatan atau perkumpulan tersebut. Dalam KUHP pasal 510 dan pasal 511, berbunyi sebagai berikut :
1.      Pasal 510 KUHP “ Diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, barang siapa tanpa ijin kepala polisi atau pegawai negeri lain yang ditunjuk untuk itu :
a.       Mengadakan pesta atau keramaian untuk umum
b.      Mengadakan arak-arakan di jalan umum
Jika arak-arakan diadakan untuk menyatakan keinginan-keinginan secara menakjubkan, yang bersalah diancam dengan pidana paling lama dua minggu atau pidana denda dua ribu dua ratus lima puluh rupiah.
2.      Pasal 511 KUHP “ Barang siapa di waktu ada pesta arak-arakan dan sebagainya, tidak menaati perintah dan petunjuk yang diadakan oleh polisi untuk mencegah kecelakaan oleh kemacetan lalu lintas di jalan umum, diancam dengan pidana paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah “.
Walaupun semua orang berhak untuk berkumpul (geng motor) namun hal tersebut tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.

  1. ANALISA KASUS GENG MOTOR
1.      Pengertian dan Pembagian Bridging Theory
Bridging Theory adalah Sebagai alternative penjelasan terhadap kejahatan yang tidak hanya berorientasi pada penjelasan tradisional                    ( Micro dan Macro Teori ) tetapi juga memandang bahwa kejahatan itu terjadi karena apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam kekuasaan, khususnya mereka yang terlibat dalam sistem peradilan pidana.
Bridging Theory meliputi Labeling Theory, Conflict Theory dan Radical ( critical ) theory. Labeling theory beranggapan bahwa Para criminal bukan orang jahat yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan yang bersifat salah tetapi mereka adalah individu-individu yang sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian dari sistem peradilan pidana maupun masyarakat secara luas. Labeling Theory juga beranggapan bahwa Perbuatan Kriminal ( Kejahatan ) dan Kontrol ( Reaksi Masyarakat ) atas penjahat terlibat dalam proses dan merupakan pengaruh kunci terhadap tingkah laku berikutnya sehingga muncul dua pertanyaan yaitu : Bagaimana dan mengapa seorang di cap / label sebagai penjahat dan Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya.
Conflik Theory berorientasi pada kejahatan sebagai akibat dari eksistensi suatu sistem yang diakui. Dalam teori ini hukum diciptakan oleh penguasa untuk melindungi kepentingan-kepentingan penguasa. Namun dalam proses tersebut selalu terjadi pertarungan ( Stuggle ) antara berbagai kelompok kepentingan yang berusaha mengontrol pembuatan dan penegakan hukum.
Radikal ( Critical ) atau disebut juga Marxis Theory berasumsi bahwa penyebab kejahatan hanya khusus pada kapitalisme, sehingga setiap perbuatan yang mengancam status qua dari capitalist ruling class dianggap sebagai kejahatan. Walaupun memiliki kesamaa dengan teori konflik khususnya pemikiran bahwa “ Hukum diciptakan oleh penguasa untuk melindungi kepentingan penguasa”, namun berbeda dalam hal kuantitas dari kekuatan yang bersaing dalam pertarungan kekuasaan. Kritik atas Radikal ( Critical ) / Marxist Theory sebagai berikut :
a.       Pembagian masyarakat ke dlaam kelas-kelas social mungkin ada keuntungannya.
b.      Standart-standart yang dibuat oleh sebagian orang untuk mengilhami anggota masyarakat lain
c.       Terlalu terfokus pada kepentingan-kepentingan kelas dan melupakan fakta bahwa masyarakat itu sendiri terdiri atas banyak kelompok kepentingan.
d.      Bias Marxist ini membawa hasil-hasil yang tidak dapat dipercaya dan melupakan realitas, menjelaskan isu-isu yang sudah dengan sendirinya terbukti ( contoh : beberapa bisnisman rakus dan korup ) dan tidak menjelaskan isu-isu yang relevan ( contoh : mengapa Negara-negara sosialis memiliki kejahatan ).

2.      Analisis Kasus Geng Motor Menurut Labeling Theory
Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian, pujian, dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarganya, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat kuat. Pada saat pengakuan, perhatian, dan kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka mereka akan mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling mudah mereka temukan untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan teman sebayanya. Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak broken home tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensinya.
Teori Labeling mengetengahkan pendekatan interaksionalisme berkonsentrasi kepada konsekuensi interaksi antara penyimpangan dengan agen kontrol sosial. Dengan demikian, penyimpangan ini disebabkan pemberian julukan, cap, etiket, merk yang diberikan oleh masyarakat kepada Geng Motor tersebut. Geng Motor oleh masyarakat umum selalu diidentikkan sebagai kelompak yang brutal, sehingga mereka melakukan perbuatan itu. Kemudian mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perilaku penyimpangannya, sehingga mereka mulai menganut suatu gaya hidup menyimpang yang menghasilkan suatu karier menyimpang.
Menurut kami, teori labelling disini berperan setelah munculnya cap / label pada geng motor itu sendiri. Hal ini juga berdampak pada klub-klub motor lainnya yang ada, Susahnya mengidentifikasi mana geng motor yang meresahkan warga dan mana yang tidak, seringkali membuat warga sudah berprasangka buruk lebih dulu, sehingga seringkali kumpul-kumpul geng motor selalu dianggap sesuatu yang bisa mengancam.
Cap / label juga sampai kepada klub-klub motor yang baru akan dibentuk.
Pada umumnya klub motor-klub motor tersebut terdaftar                       di kepolisian (dalam arti medapat izin dari pihak kepolisian). Namun karena aksi-aksi geng motor belakangan ini membuat pihak kepolisian tidak lagi memberikan izin terhadap pendirian klub motor.

3.      Analisis Kasus Geng Motor Menurut Teori Konflik
Teori dengan penjelasan norma, peraturan, dan hukum dari pada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar peraturan. Perilaku yang dilakukan oleh Geng Motor itu dikatakan menyimpang oleh para kelompak berkuasa untuk melindungi kepentingan mereka. Dan hukum merupakan pencerminan kelas yang berkuasa. Oleh karena itu yang dianggap melakukan penyimpangan dan terkena hukuman kebanyakan golongan orang bawah yang merupakan mayoritas anggota Geng Motor.
Hal ini tercermin dari metode yang dipakai oleh Geng motor dalam perekrutan anggota dan aktifitas yang dilakuakan oleh Geng motor. Masing-masing geng motor memiliki cara sendiri dalam membina kemampuan dan keberanian anggotanya. Minuman, seks, obat-obatan adalah hal biasa bagi anggota geng motor. Selain itu penggemblengan biasa dilakukan di tempat-tempat tertentu (masing-masing geng memiliki tempat favoritnya), semisal lembang atau tempat lainnya dimana anggota harus melakukan serangkaian aktivitas fisik yang brutal termasuk duel sampai lawan tidak berkutik antar anggotanya.
Selain itu, setelah rangkaian aktivitas fisik dalam ospek biasanya masih ada satu tambahan tes lagi. Tiap anggota diharuskan untuk menuruni jalan atau balapan dengan sepeda motor tanpa rem. Murni mengandalkan kenekatan dan skill memainkan persneling kendaraan. Latihan semacam inilah yang membuat para anggota terlatih melakukan aksi kejahatan, perampasan, penyerangan dan perampokan (termasuk kabur dari kejaran aparat).
Cara geng-geng motor ini mendapatkan anggotanya sebenarnya simpel, mereka cukup mendatangi sekolah-sekolah basis asal mereka. Senior sering kali tinggal “mencomot” anak sekolah baru yang mereka temui dan membawanya untuk mengikuti serangkaian kegiatan. Sebagai contoh sebagaimana yang dialami oleh Tio, Sabtu sepulang sekolah, sebutlah Tio, tidak pulang kerumah. Minggu sore baru pulang dengan muka lusuh dan mengaku menginap dirumah temannya. Setelah didesak oleh bapak dan ibu dia akhirnya Tio mengaku dibawa ikut ke Garut mengikuti serangkaian kegiatan geng motor. Tio pun ikut saja karena ajakan itu disertai ancaman akan dibuat sengsara disekolah kalau tidak mau ikut serta. Pola seperti inilah yang membuat banyak anak usia sekolah nurut dan akhirnya menjadi anggota geng motor.
Untuk keluar dari keanggotaan geng motor bukanlah perkara mudah. Bahkan ada yang mengharuskan anggotanya memotong jari kelingking apabila ingin keluar dari keanggotaan gengnya. Hal ini belum termasuk ancaman, teror dan beragam hal lainnya yang menyurutkan mental walau banyak juga yang tak mau keluar karena sudah terlanjur keenakan dengan beragam kegiatannya.
Sebenarnya hal ini terjadi bukan hanya karena pertikaian antara sesama geng. Adanya perintah dari senior atau komandan adalah salah satu alasan lainnya sehingga anggota geng menyerang masyarakat biasa. Dan hal ini belum termasuk hasutan, pengaruh minuman, dan yang lainnya.
Dalam malam-malam tertentu para anggota geng sering kali berkumpul (sekali kumpul bisa mencapai 100 motor lebih) untuk melakukan konvoi. Pada saat itu, anggota memiliki keberanian lebih dan merusak tempat mana saja yang diperintahkan, yang kurang berkenan, atau malah dicurigai sebagai lawan. Tapi ada kalanya juga penyerangan dilakukan oleh beberapa anggota saja yang berkumpul, keliling mencari mangsa, memaksa orang lain (umumnya mereka mengincar bapak-bapak yang menggunakan motor standar, berkendaraan pelan dan melewati jalan gelap) untuk menyerahkan motor, dompet atau HP nya, apabila ada gelagat “sengak” dari mangsa para anggota geng ini tidak segan menghabisi mangsa.

Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh Geng Motor juga didasarkan pada sumpah yang mereka buat  meliputi :
1.      Harus berani melawan polisi berpangkat komisaris ke bawah.
2.      Anggota harus berani melawan orang tuanya sendiri.
3.      Anggota harus bernyali baja dalam melakukan kejahatan.
tiga sumpah anggota geng motor di Bandung itu tertuang dalam “buku putihnya” yang ditemukan polisi pada tahun 1999. Dokumen setebal                 20 halaman yang diamankan Kapolwiltabes Bandung saat itu, Kolonel (Kombes-Red) Yusuf Mangga Barani, nampaknya menjadi 'sumpah' atau patokan geng motor selama ini (Poskota,25 Oktober 2007). Meskipun sebagian besar masih siswa SMA atau SMP, mereka sudah disumpah berani melawan orang tua, polisi, dan melakukan kejahatan.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam geng motor dari mulai perekrutan anggota sudah kelihatan adanya upaya untuk melakukan penyimpangan dan pelanggaran norma yang ada. Disini mereka mencoba melakukan hukum penegak hukum yang dibuat oleh pemerentah. Padahal hukum yang dibuat pemerintah bertujuan untuk terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Disini hukum merupakan pencerminan kelas yang berkuasa. Oleh karena itu geng motor yang dianggap melakukan penyimpangan terhadap norma dan hukum harus terkena sanksi.

4.      Cara Memecahkan Masalah Geng Motor
Untuk memecahkan masalah geng motor ini cukup rumit. Perlu dilakukan koordinasi dari beragam pihak, terutama dari pihak sekolah, keluarga, kepolisian dan masyarakat. Pihak sekolah bekerja dengan Dinas Pendidikan harus mampu memantau dan melindungi murid-muridnya yang potensial menjadi anggota geng. Razia, pencatatan nama, konseling bisa dilakukan sesering mungkin untuk memantau dan mencegah murid terjerumus didalam aksi geng motor.
Masyarakat sekitar harus memberi dukungan untuk perubahan geng motor untuk melakukan perbuatan yang positif. Hal ini dapat dilakukan dengan menghilangkan anggapan tentang perbuatan yang tidak baik terhadap perkumpulan pemuda motor atau yang disebut dengan geng motor. Masyarakat harus mampu bertindak cepat untuk melaporkan kalau ada gerombolan yang mencurigakan. Jangan takut untuk mengambil peran mengamankan lingkungan sekitar. Jangan sampai korban-korban yang terpaksa kehilangan tangan, kehilangan kaki, bahkan nyawa berjatuhan dimana-mana.
Keluarga harus jeli melihat perubahan dari anak dan mengarahkannya. Entah karena kebiasaan atau pengaruh kehidupan perkotaan sering kali yang terjadi malah orang tua cenderung membebaskan anak untuk bergaul tanpa memantau atau mengarahkan. Orang tua harus ekstra hati-hati mencurigai apalagi kalau ada gelagat yang ditutup-tutupi dari anak sendiri.
Dalam penegakan hukum lagi-lagi kepolisian dituntut tegas dalam melaksanakan hukuman terhadap geng motor. Ada pandangan umum bahwa pentolan geng motor kebanyakan adalah anak-anak orang berpangkat di kota Bandung dan dibiarkan. Selain itu, kepolisian janganlah takut untuk menghukum walaupun faktanya para pelaku adalah anak dibawah umur. Hukuman yang tegas kalau perlu ditembak ditempat harus diberlakukan guna memberi efek jera dan jeri untuk para pelaku atau para calon pelaku.

BAB III
KESIMPULAN

  1. Perilaku geng motor merupakan salah satu contoh kenalakan remaja (Juvenile Delinquency) yang mengarah pada perbuatan kriminalitas
  2. Jika dikaitkan dengan teori-teori kriminologi, maka geng motor, dapat dijelaskan dengan teori labeling dan teori Konflik.
  3. Dalam Teori Labelling, penyimpangan yang dilakukan gang motor disebabkan pemberian julukan, cap, etiket, merk yang diberikan oleh masyarakat kepada Geng Motor tersebut. Geng Motor oleh masyarakat umum selalu diidentikkan sebagai kelompak yang brutal, sehingga mereka melakukan perbuatan itu.
  4. Dalam Teori Konflik,  Perilaku yang dilakukan oleh Geng Motor merupakan penyimopangan oleh para kelompak, dimana kelompok ini memiliki penguasa yang mempengaruhi anggota kelompoknya. Dan hukum sebagai alat terciptanya ketentraman dalam masyarakat dianggap mereka sebagai penghalang dalam melaksanakan kegiatan geng motor.











5 comments:

  1. terimakasih, makalah anda bermanfat buat saya .

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama....mkasih dah berkunjung ke blog ku....

      Delete
  2. kenapa blog nya ade ada lagu nya aku jadi kaget

    ReplyDelete
  3. kok blog nya ada lagu nya haduhhh aku jadi kaget di buat nya

    ReplyDelete

 

Kiwilicious.com | Copyright © 2012 | Powered by Blogger | Blog Designed By Yogen Basnet